Sejarah dan Isi Perjanjian Renville
Monday, 14 May 2018
Edit
Perjanjian Renville - Komisi Tiga Negara tiba di Indonesia pada tanggal 27 Oktober 1947 dan segera melakukan kontak dengan Indonesia maupun Belanda.Indonesia dan Belanda tidak mau mengadakan pertemuan di wilayah yang dikuasai oleh salah satu pihak.Oleh karena itu,Amerika Serikat menawarkan untuk mengadakan pertemuan di geladak Kapal Renville milik Amerika Serikat.Indonesia dan Belanda kemudian menerima tawaran Amerika Serikat.
Perundingan Renville secara resmi dimulai pada tanggal 8 Desember 1947 di kapal Renville yang sudah berlabuh di pelabuhan Tanjung Priok.Delegasi Indonesia dipimpin oleh Amir Syarifuddin,sedangkan delegasi Belanda dipimpin oleh R. Abdulkadir Wijoyoatmojo,orang Indonesia yang memihak Belanda.
Dengan berbagai pertimbangan,akhirnya Indonesia menyetjui Isi Perjanjian Renville yang terdiri atas tiga hal sebagai berikut.
Perundingan Renville secara resmi dimulai pada tanggal 8 Desember 1947 di kapal Renville yang sudah berlabuh di pelabuhan Tanjung Priok.Delegasi Indonesia dipimpin oleh Amir Syarifuddin,sedangkan delegasi Belanda dipimpin oleh R. Abdulkadir Wijoyoatmojo,orang Indonesia yang memihak Belanda.
Dengan berbagai pertimbangan,akhirnya Indonesia menyetjui Isi Perjanjian Renville yang terdiri atas tiga hal sebagai berikut.
- Dasar-dasar politik Renville,yang berisi tentang kesediaan kedua pihak untuk menyelesaikan pertikaiannya dengan cara damai (12 pasal)
- Persetujuan tentang gencatan senjata yang antara lain diterimanya garis demarkasi Van Mook (10 Pasal)
- Enam pasal tambahan dari KTN yang berisi,antara lain tentang kadulatan Indonesia yang berada di tangan Belanda selama masa peralihan sampai penyerahan kedaulatan (6 pasal)
Sebagai konsekuensi ditandatanganinya Perjanjian Renville,wilayah RI pun semakin sempit dikarenakan diterimanya garis demarkasi Van Mook.Berdasarkan garis demarkasi Van Mook itu wilayah Republik Indonesia tinggal meliputi Yogyakarta dan sebagian Jawa Timur.
Dampak lainnya adalah anggota TNI yang masih berada di daerah-daerah kantong yang dikuasai Belanda,harus ditarik masuk ke wilayah RI di sekitar Yogyakarta.Sebagai contoh pasukan yang berasal dari kesatuan Divisi Siliwangi yang berjumlah sekitar 35.000 orang harus ditarik dan dipindahkan ke wilayah RI.Kemudian sejumlah sekitaran 6000 pasukan dari Jawa Timur ditarik masuk ke wilayah RI.Peristiwa ini dikenal dengan peristiwa "Hijrah".Peristiwa "hijrah: ini dimulai tanggal 1 Februari 1948.
Pada mulanya para pejuang TNI yang berada di pos atau kantong-kantong perjuangan itu tidak mau ditarik mundur ke wilayah Ri atas dasar garis Van Mook tu.Mereka berpandangan bahwa mereka tidak kalah perang,tidak perlu dievakuasi.Mereka tidak mau ditarik mundur di belakang garis Van Mook.
Sudah tentu kejadian ini menjadi masalah tersendiri karena sudah menjadi keputusan dalam Perjanjian Renville.Muncullah Sdirman dengan kepiawian dan kebapakanya mendekati para anggota TNI itu dengan menegaskan bahwa kita TNi dan para pejuang Indonesia tidak kalah perang,para prajurit tidak dievakuasi,tetapi melakukan hijrah ke tempat yang kondusif untuk melakukan konsolidasi untuk mencapai kemenangan yang lebih besar.
Isi perjanjian Renville mendapat tantangan sehinga mncul mosi tidak percaya terhadap Kabinet Amir Syarifuddin dan pada tangal 23 Januari 1948,Amir menyerahkan kembali mandatnya kepada Preisden.Dengan demikian Perjanjian Renville menimbulkan permasalah baru,yaitu pembentukan pemerintahan peralihan yang tidak sesuai dengan yang terdapat dalam perjanjian Linggarjati.