PAHAM JABARIAH DAN QADARIAH
Thursday, 13 October 2016
Edit
terjadi persentuhan dengan berbagai umat dan budaya
yang lebih maju. Penganut Islam sudah

taklif, pahala dan siksa, mereka pun berselisih dalam menentukan fungsi perbuatan manusia.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pembahsan ilmu kalam sebagai hasil
pengembangan masalah keyakinan agama belum muncul di zaman Nabi. Umat di masa
itu menerima sepenuhnya penyampaian nabi. Mereka tidak mempertanyakan secara
filosofis apa yang diterima itu. Kalau terdapat kesamaran pemahaman, mereka
langsung bertanya kepada nabi dan umat pun merasa puas dan tenteram. Hal itu
berubah setelah Nabi wafat. Pada waktu itu pengetahuan dan budaya umat semakin
berkembang pesat karena
Tuhan adalah pencipta segala sesuatu,
pencipta alam semesta termasuk di dalamnya perbuatan manusia itu sendiri. Tuhan
juga bersifat Maha Kuasa dan memiliki kehendak yang bersifat mutlak dan
absolut. Dari sinilah banyak timbul pertanyaan sampai di manakah manusia
sebagai ciptaan Tuhan bergantung pada kehendak dan kekuasaan mutlak Tuhan dalam
menentukan perjalanan hidupnya? Apakah Tuhan memberi kebebasan terhadap manusia
untuk mengatur hidupnya? Ataukah manusia terikat seluruhnya pada kehendak dan
kekuasaaan Tuhan yang Absolut?
Menanggapi pertanyaan-pertanyaan
tersebut maka muncullah dua paham yang saling bertolak belakang berkaitan
dengan perbuatan manusia. Kedua paham tersebut dikenal dengan istilah Jabariyah
dan Qadariyah. Golongan Qadariyah menekankan pada otoritas kehendak dan
perbuatan manusia. Kedua paham tersebut dikenal dengan istilah Jabariyah dan
Qadariyah. Golongan Qadariyah menekankan pada otoritas kehendak dan perbuatan
manusia. Mereka memandang bahwa manusia itu berkehendak dan melakukan
perbuatannya secara bebas. Sedangkan Golongan jabariyah adalah antitesa dari
pemahaman Qadariyah yang menekankan pada otoritas Tuhan. Mereka berpendapat
bahwa manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam menentukan kehendak dan
perbuatannya.
Di samping itu, berbagai ayat Al-quran
menampakkan kedua aliran itu secara nyata. Berbagai ayat menunjukkan manusia
melakukan perbuatannya. Setiap manusia dibebani tanggung jawab atas segala
tingkah lakunya. Karenanya mereka berhak memperoleh pahala atau menerima siksa,
dipuji atau dicela. Demikian pula banyak ayat lain dalam Al-quran yang
mengisyaratkan bahwa manusia itu dikuasai sepenuhnya oleh Tuhan. Dengan kata
lain manusia tidak memiliki kebebasan. Para ahli agama dan filosof dalam
berbagai kurun waktu aktif membahas apakah manusia bebas berbuat sesuatu dengan
kehendaknya atau kehendaknya disebabkan oleh sesuatu yang diluar dirinya.
Baca juga pemikiran ilmu kalam yang lain diantaranya:
a. Paham Ahlussunnah wal Jamaah
b. Paham Al-Asy'ariyah
c. Paham Al-Maturidiyah
d. Paham Mu'tazilah
e. Paham Khawarij
f. Paham Murji'ah
g. Paham Syiah
a. Paham Ahlussunnah wal Jamaah
b. Paham Al-Asy'ariyah
c. Paham Al-Maturidiyah
d. Paham Mu'tazilah
e. Paham Khawarij
g. Paham Syiah
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar
belakang di atas, maka masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:
1. Apakah hakikat dan makna kaum Jabariyah
dan Qadariyah?
2. Bagaimana ajaran-ajaran kaum Jabariyah
dan Qadariyah ?
3. Bagaimana sekte-sekte dan
doktrin-doktrin kaum Jabariyah dan Qadariyah ?
C. Tujuan
Berdasarkan masalah di atas, maka tujuan
ditulisnya makalah ini adalah untuk:
1. Mendiskripsikan hakikat dan makna kaum
Jabariyah dan Qadariyah
2. Menjelaskan ajaran-ajaran kaum Jabariyah
dan Qadariya
3. Menjelaskan sekte-sekte dan
doktrin-doktrin kaum Jabariyah dan Qadariyah
BAB II
PEMBAHASAN
1. Hakikat dan makna
kaum Jabariyah dan Qadariyah
Kata Jabariyah berasal dari
kata Jabara yang berarti memaksa. Didalam Al-Mujid dijelaskan nama Jabariyah
berasal dari kata Jabara yang berarti memaksa dan mengharuskan melakukan
sesuatu. Kalau dikatakan Allah memiliki sifat al jabbar(dalam bentuk
mubalaghah), itu artinya Allah maha memaksa. Ungkapan Al-Insan Majbur
(bentuk isim maf’ul) mempunyai arti manusia dipaksa atau terpaksa. Selanjutnya
kata jabara (bentuk pertama), setelah ditarik menjadi jabariyah (dengan
menambah ya nisbah), memiliki arti suatu kelompok atau aliran (isme).
Lebih lanjut Asy-Syahratsan menegaskan bahwa paham Al-Jabar berarti
menghilangkan perbuatan manusia dalam arti yang sesngguhnya dan menyandarkan
kepada Allah. Dengan kata lain manusia mengerjakan perbuatannya dalam keadaan
terpaksa. Dalam bahasa inggris jabariyah disebut Fatalism atau Predestination,
yaitu paham yang menyebutkan bahwa perbuatan manusia telah ditentukan dari
semula oleh qadha dan qadar Tuhan.
Paham
Jabariyah ini berpendapat bahwa qada dan qadar Tuhan yang berlaku bagi segenap
alam semesta ini, tidaklah memberi ruang atau peluang bagi adanya kebebasan
manusia untuk berkehendak dan berbuat menurut kehendaknya. Paham ini menganggap
semua takdir itu dari Allah. Oleh karena itu menurut mereka, seseorang menjadi
kafir atau muslim adalah atas kehendak Allah.
Paham
Al-Jabbar pertama kali diperkenalkan oleh Ja’d Bin Dirham kemudian disebarkan
oleh Jahm Bin Shafwan dari Khurasan. Dalam sejarah teologi islam, Jahm tercatat
sebagai seorang tokoh yang mendirikan aliran Jahmiyah dalam kalangan Murji’ah.
Ia adalah sekretaris Suraih Bin Al-Haris dan selalu menemaninya dalam gerakan
melawan kekuasaan Bani Umayah. Namun dalam perkembangannya paham al jabar juga
dikembangkan oleh tokoh lainnya diantaranya Al-Husain Bin Muhammad An-Najjar
dan Ja’d Bin Dirrar.
Munculnya
paham Al-Jabar para ahli sejarah meggambarkan bahwa kehidupan yang dikungkung oleh
gurun pasir sahara berpengaruh besar dalam cara pandang hidup mereka. Harun
Nasution menjelaskan bahwa dalam situasai demikian bangsaarab tidak melihat
jalan untuk mengubah keadaan sekeliling mereka sesuai dengan keinginan
mereka.mereka merasa lemah dalam menghadapi kesukaran-kesukaran hidup. Akhirnya
mereka banyak bergantung pada alam yang disebut sikap fatalism.
Benih-benih
paham sudah muncul dalam peristiwa sejarah berikut ini.
a.
Suatu ketika nabi menjumpai sahabat yang bertengkar masalah takdir Tuhan. Nabi
melarang mereka untuk memperdebatkan persoalan tersebut, agar terhundar dari
kekeliruan dalam penafsiran ayat- ayat Tuhan mengenai takdir.
b.
Khalifah Umar Bin Khattab pernah menagkap seseorang yang ketahuan mencuri
ketika diintrogasi pencuri itu berkata “Tuhan telah menentuka aku mencuri”
mendengr ucapan itu, Umar marah dan mengagap orang itu berdusta pada Tuhan oleh
kerena itu umar memberikan dua hukuman kepada pencuri itu, pertama potong
tangan karna mencuri dan hukuman dera karena menggunakan dalil takdir Tuhan
c.
Khalifah Ali Bin Abi Talib seusai perang Shiffin ditanya oleh seorang tua
tentang qadar Tuhan dalam kaitannya dalam pahala dan siksa. Ornag itu bertanya”
bila perjalanan (menuju perang shiffin) itu terjadi dengan qadha dan qadar
Tuhan, tak ada pahala sebagai balasannya”ali menjelaskan bahwa qadha dan qadar
bukan paksaan Tuhan. Ada pahala dan siksa sebagai balasan amal perbuatan
manusia. Seandainya qadha dan qadar itu merupakan paksaan, batAllah pahala dan
siksa, gugur pulalah makna janji dan ancaman Tuhan serta tidak ada celaan Allah
atas pelaku dosa dan pujianNya terhadap orang-orang baik.
Berkaitan
dengan hal itu ada yang mengatakan kemunculan aliran jabariyah akibat pengaruh
pemikiran asing, yaitu pengaruh agama yahudi bermazhab Qurra dan agama
Kristen bermazhab Yacobit. Namun tanpa pengaruh asing itu, paham aljabar
akan muncul juga dikalangan umat islam dalam alquran sendiri terdapat ayat-ayat
yang dapat menimbulkan paham ini
Sedangkan
pengertian Qodariyah secara etimologi, berasal dari kata qadara yang bermakna
kemampuan dan kekuatan, adapun secara terminologi istilah adalah suatu aliran
yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak diinversi oleh Allah.
Aliran-aliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala
perbuatannya, ia dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya
sendiri. Aliran-aliran ini lebih menekankan atas kebebasan dan kekuatan manusia
dalam mewujudkan perbuatan-perbuatannya, Harun Nasution menegaskan bahwa aliran
ini berasal dari pengertian bahwa manusia mempunyai kekuatan untuk melaksanakan
kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk
pada qadar Tuhan.
Menurut
Ahmad Amin sebagaimana dikutip oleh Dr. Hadariansyah, orang-orang yang berpaham
qadariyah adalah mereka yang mengatakan bahwa manusia memiliki kebebasan
berkehendak dan memiliki kemampuan dalam melakukan perbuatan. Manusia mampu
melakukan perbuatan, mencakup semua perbuatan, yakni baik dan buruk.
Tak
dapat diketahui dengan pasti kapan Qadariayah ini timbul dalam sejarah
perkembangan teologi Islam. Tetapi menurut keterangan ahli-ahli teologi Islam,
bahwa golongan ini dimunculkan pertama kali dalam Islam oleh Ma’bad al-Juhany
di Basrah. Dikatakan bahwa yang pertama kali berbicara dan berdebat masalah
qadar adalah seorang Nasrani yang masuk Islam di Irak. Kemudian darinyalah
paham ini diambil oleh Ma’bad al-Juhany dan temannya Ghailan al-Dimasyqi.
Ma’bad termasuk tabi’in atau generasi kedua setelah Nabi. Tetapi memasuki
lapangan politik dan memihak Abd al-Rahman ibn al-Asy’as, gubernur Sajistan,
dalam menentang kekuasaan Bani Umayyah. Ma’bad al-Juhany akhirnya mati terbunuh
dalam pertempuran melawan al-Hajaj tahun 80H.
Paham
Qadariyah muncul sekitar tahun 70H (680M) ini memiliki ajaran yang sama dengan
Mu’tazilah. Yaitu bahwa manusia mampu mewujudkan tindakan atau perbuatannya
sendiri. Tuhan tidak campur tangan dalam perbuatan manusia itu, dan mereka
menolak segala sesuatau terjadi karena qada dan qadar. Ma’bad al-Juhany sebagai
tokoh utama paham Qadariyah yang menyebarkan paham Qadariyah di Irak ini juga
berguru dengan Hasan al-Bashri yang juga merupakan guru Washil bin Atha’
pendiri aliran Mu’tazilah.
Dari
segi politik, Qadariyah merupakan tantangan bagi dinasti Bani Umayyah, sebab
dengan paham yang disebarluaskannya dapat membangkitkan pemberontakan. Dengan
paham itu maka setiap tindakan bani Umayyah yang negatif, akan mendapat reaki
keras dari masyarakat. Karena kehadiran Qadariyah merupakan isyarat penentangan
terhadap politik pemerintahan Bani Umayyah, walaupun ditekan terus oleh
pemerintahan tetapi ia tetap berkembang. Paham ini tertampung dalam madzhab
Mu’tazilah.
2.Ajaran-ajaran
kaum Jabariyah dan Qadariyah
a. Ajaran-ajaran kaum Jabariyah
Berkaitan dengan kemunculan aliran Jabariyah, ada yang mengatakan bahwa
kemunculannya diakibatkan oleh pengaruh pemikiran asing, yaitu pengaruh agama
Yahudi bermazhab Qurra dan agama Kristen bermazhab Yacobit. Namun
tanpa pengaruh asing itu, paham aljabar akan muncul juga dikalangan umat islam
dalam alquran sendiri terdapat ayat-ayat yang dapat menimbulkan paham ini,
misalnya:
والله
خلقكم وما تعملون
Artinya:
Allah
menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat. ( Q.S. Ash-shaffat :96)
ما كانوا
ليؤمنوآ الا أن يشاء الله
Artinya:
Mereka sebenarnya tidak percaya
sekiranya Allah tidak menghendaki (Q.S. al-An’am :111)
وما رميت
اذ رميت ولكن الله رمى
Artinya:
Bukanlah engkau yang melontar ketika
melontar (musuh), tetapi Allahlah yang melontar mereka (Q.S. Al-Anfal : 17)
وما تشاءون
إلا أن يشاء الله
Artinya:
Kamu tidak menghendaki, kecuali Allah
menghendakinya ( Q.S. Al-Insan :30)
Hal
seperti yang diatas merupakan ajaran aliran Jabariyah menurut dalil naqli,
adapun ajarannya menurut dalil Aqliy sebagai berikut:
Makhluk tidak boleh mempunyai sifat sama dengan sifat Tuhan, dan kalau
itu terjadi, berarti menyamakan Tuhan dengan makhluknya. Mereka menolak keadaan
Allah Maha Hidup dan Maha Mengetahui, namun ia mengakui keadaan Allah
Yang Maha Kuasa. Allahlah yang berbuat dan menciptakan, oleh karena itu,
makhluk tidak mempunyai kekuasaan.
Manusia tidak memiliki kekuasaan
sedikitpun, manusia tidak dapat dikatakan mempunyai kemampuan (Istitha`ah).
Perbuatan yang tampaknya lahir dari manusia bukan dari perbuatan
manusia karena manusia tidak mempunyai kekuasaan, tidak mempunyai
keinginan dan tidak mempunyai pilihan antara memperbuat atau tidak memperbuat.
Semua perbuatan yang terjadi pada makhluk adalah perbuatan Allah dan perbuatan
itu disandarkan kepada makhluk hanya penyandaran majazi. Sama seperti kata
pohon berbuah, air mengalir, batu bergerak, matahari terbit dan tenggelam dan
biji-bijian tumbuh dan sebagainya
b. Ajaran-ajaran kaum Qadariyah
Harun
Nasution menjelaskan pendapat Ghalian tentang ajaran Qadariyah bahwa manusia
berkuasa atas perbuatan-perbutannya. Manusia sendirilah yang melakukan baik
atas kehendak dan kekuasaan sendiri dan manusia sendiri pula yang melakukan
atau menjauhi perbuatan-perbutan jahat atas kemauan dan dayanya sendiri. Tokoh
an-Nazzam menyatakan bahwa manusia hidup mempunyai daya, dan dengan daya itu ia
dapat berkuasa atas segala perbuatannya.
Dengan
demikian bahwa segala tingkah laku manusia dilakukan atas kehendaknya sendiri.
Manusia mempunyai kewenangan untuk melakukan segala perbuatan atas kehendaknya
sendiri, baik berbuat baik maupun berbuat jahat. Oleh karena itu, ia berhak
mendapatkan pahala atas kebaikan yang dilakukannya dan juga berhak pula
memperoleh hukuman atas kejahatan yang diperbuatnya. Ganjaran kebaikan di sini
disamakan dengan balasan surga kelak di akherat dan ganjaran siksa dengan
balasan neraka kelak di akhirat, itu didasarkan atas pilihan pribadinya
sendiri, bukan oleh takdir Tuhan. Karena itu sangat pantas, orang yang berbuat
akan mendapatkan balasannya sesuai dengan tindakannya.
فمن شاء
فليؤمن ومن شاء فليكفر
a.QS
al-Kahfi: 29
“Maka
barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang
ingin (kafir) Biarlah ia kafir".
b.QS
Ali Imran: 165
Dan
Mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), padahal kamu Telah
menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada peperangan Badar),
kamu berkata: "Darimana datangnya (kekalahan) ini?" Katakanlah:
"Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri". Sesungguhnya Allah Maha Kuasa
atas segala sesuatu.
c.QS
ar-Ra'd:11
Sesungguhnya
Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaanyang
ada pada diri mereka sendiri.
d.QS. An-Nisa: 111
Barangsiapa yang mengerjakan dosa, Maka
Sesungguhnya ia mengerjakannya untuk (kemudharatan) dirinya sendiri.
Adapun ciri-ciri paham Qadariyah adalah:
1.
Manusia berkuasa penuh untuk menentukan nasib dan perbuatannya, maka perbuatan
dan nasib manusia itu dilakukan dan terjadi atas kehendak dirinya sendiri,
tanpa ada campur tangan Allah SWT.
2.
Iman adalah pengetahuan dan pemahaman, sedang amal perbuatan tidak mempengaruhi
iman. Artinya, orang berbuat dosa besar tidak mempengaruhi keimanannya.
3.
Orang yang sudah beriman tidak perlu tergesa-gesa menjalankan ibadah dan
amal-amal kebijakan lainnya.
3.
Sekte-sekte beserta doktrin kaum Jabariyah dan Qadariyah
a. sekte-sekte beserta doktrin kaum
Jabariyah
Dalam aliran ini ajarannya dibedakan
menjadi dua aliran, yaitu: Jabariyah ekstrim dan moderat.
Pertama, aliran
ekstrim. Di antara tokoh adalah Jahm bin Shofwan dengan pendapatnya, bahwa
manusia tidak mampu untuk berbuat apa-apa. Ia tidak mempunyai daya, tidak
mempunyai kehendak sendiri, dan tidak mempunyai pilihan. Pendapat Jahm tentang
keterpaksaan ini lebih dikenal dibandingkan dengan pendapatnya tentang surga
dan neraka, konsep iman, kalam Tuhan, meniadakan sifat Tuhan, dan melihat Tuhan
di akherat. Surga dan neraka tidak kekal, dan yang kekal hanya Allah. Sedangkan
iman dalam pengertianya adalah ma'rifat atau membenarkan dengan hati, dan hal
ini sama dengan konsep yang dikemukakan oleh kaum Murjiah. Kalam Tuhan adalah
makhluk. Allah tidak mempunyai keserupaan dengan manusia seperti berbicara,
mendengar, dan melihat, dan Tuhan juga tidak dapat dilihat dengan indera mata
di akhirat kelak. Aliran ini dikenal juga dengan nama
al-Jahmiyyah atau Jabariyah Khalisah.
Ja'ad bin Dirham, menjelaskan tentang
ajaran pokok dari Jabariyah adalah Al-quran dan Al-quran merupakan makhluk dan
sesuatu yang baru dan tidak dapat disifatkan kepada Allah. Allah tidak
mempunyai sifat yang serupa dengan makhluk, seperti berbicara, melihat dan
mendengar. Manusia terpaksa oleh Allah dalam segala hal.
Dengan demikian ajaran Jabariyah yang
ekstrim mengatakan bahwa manusia lemah, tidak berdaya, terikat dengan kekuasaan
dan kehendak Tuhan, tidak mempunyai kehendak dan kemauan bebas sebagaimana
dimiliki oleh paham Qadariyah. Seluruh tindakan dan perbuatan manusia tidak
boleh lepas dari skenario dan kehendak Allah. Segala akibat, baik dan buruk
yang diterima oleh manusia dalam perjalanan hidupnya adalah merupakan ketentuan
Allah.
Kedua, ajaran Jabariyah yang moderat adalah
Tuhan menciptakan perbuatan manusia, baik itu positif atau negatif, tetapi
manusia mempunyai bagian di dalamnya. Tenaga yang diciptakan dalam diri manusia
mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatannya. Manusia juga tidak dipaksa, tidak
seperti wayang yang dikendalikan oleh dalang dan tidak pula menjadi pencipta
perbuatan, tetapi manusia memperoleh perbuatan yang diciptakan tuhan. Tokoh
yang berpaham seperti ini adalah Husain bin Muhammad an-Najjar yang mengatakan
bahwa Tuhan menciptakan segala perbuatan manusia, tetapi manusia mengambil
bagian atau peran dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan itu dan Tuhan tidak
dapat dilihat di akhirat. Akan tetapi, An-najar menyatakan bahwa Tuhan dapat
saja memindahkan potensi hati (ma’rifat) pada mata sehingga manusia dapat
melihat Tuhan. Sedangkan adh-Dhirar (tokoh jabariayah moderat lainnya)
berpendapat:
1. Satu perbuatan
dapat ditimbulkan oleh dua pelaku secara bersamaan, artinya perbuatan manusia
tidak hanya ditimbukan oleh Tuhan tetapi juga oleh manusia itu sendiri.
2.
Mengenai ru’yat Tuhan di akhirat Dhirar mengatakan Tuhan dapat dilihat melalui
indra keenam, ia juga brpendapat bahwa hujjah yang dapat diterima setelah nabi
adalah ijtihad.
Tokoh-tokoh aliran jabariah yaitu:
1.
Tokoh-tokoh yang ekstrem
a. Jahm ibn Shufwan
Ia dikenal sebagai seorang budak yang telah
dimerdekakan dari Khurasan dan bermukim di Kuffah ( Irak ). Jahm terkenal sebagai
seorang yang pintar berbicara sehingga pendapatnya mudah diterima oleh orang
lain. Perlu dicatat bahwa Jahm juga mempunyai hubungan kerja dengan al-Harits
ibn Suriah yakni sebagai sekretaris yang menentang kepemimpinan Bani Umayyah di
Khurasan . Perlawanan Harits dapat dipatahkan dan akhirnya ia dijatuhi hukuman
mati pada tahun 128 H / 745 M. Sementara Jahm diperlakukan sebagai
tawanan yang pada akhirnya juga dibunuh. Pembunuhannya kurang lebih dua
tahun setelah kematian Harits yakni pada tahun747 M yang pada saat itu
memerintah adalah khalifah Marwan ibn Muhammad ( 744-750 M ).
Pendapat beliau mengenai teologi, yakni :
1) Manusia tidak mampu berbuat
apa-apa
2) Surga dan neraka tidak kekal
3) Iman adalah ma’rifat atau
membenarkan dalam hati
4) Kalam Tuhan adalah makhluk
b.
Ja’ad ibn Dirham
Doktrin pokok Ja’ad secara umum sama dengan
pikiran Jahm, Al-Ghuraby menjelaskannya sebagai berikut:
1) Al-Quran itu adalah makhluk.
2) Allah tidak mempunyai sifat yang
serupa dengan makhluk.
3) Manusia terpaksa oleh Allah dalam
segala-galanya.
2.
Tokoh-tokoh yang moderat
a) An-Najjar
Di antara pendapatnya, yaitu :
1) Tuhan menciptakan segala segala perbuatan manusia,
tetapi manusia bagian atau peran dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan itu.
2) Tuhan tidak dapat dilihat di akhirat.
b)
Adh-Dhirrar
Pendapatnya tentang perbuatan manusia sama
dengan An-Najjar. Mengenai rukyat Tuhan di akhirat, Dirrar mengatakan bahwa
Tuhan dapat dilihat di akhirat melalui indera keenam.
b. Doktrin aliran Qadariyah dan tokoh-tokohnya
Segala
tingkah laku manusia dilakukan atas kehendaknya sendiri. Manusia mempunyai
kewenangan untuk melakukan segala perbuatan atas kehendaknya sendiri, baik
berbuat baik maupun berbuat jahat. Oleh karena itu, ia berhak mendapatkan
pahala atas kebaikan yang dilakukannya dan juga berhak pula memperoleh hukuman
atas kejahatan yang diperbuatannya. Seseorang diberi ganjaran baik dengan
balasan surga kelak di akhirat dan diberi ganjaran siksa dengan balasan neraka
kelak di akhirat, itu berdasarkan pilihan pribadinya sendiri, bukan akhir
Tuhan. Sungguh tidak pantas, manusia menerima siksaan atau tindakan salah yang
dilakukan bukan atas keinginan dan kemampuannya sendiri.
Faham
takdir dalam pandang Qadariyah bukanlah dalam pengertian takdir yang umum di
pakai bangsa Arab ketika itu, yaitu faham yang mengatakan bahwa nasib manusia
telah di tentukan terlebih dahulu. Dalam perbuatan-perbuatannya, manusia hanya
bertindak menurut nasib yang telah di tentukan sejak azali terhadap dirinya.
Dalam faham Qadariyah, takdir itu ketentuan Allah yang di ciptakan-Nya bagi
alam semesta beserta seluruh isinya, sejak azali, yaitu hukum yang dalam
istilah Al-quran adalah sunatullah.
Secara
alamiah, sesungguhnya manusia telah memiliki takdir yang tidak dapat diubah.
Manusia dalam dimensi fisiknya tidak dapat berubah lain, kecuali mengikuti
hukum alam. Misalnya, manusia ditakdirkan oleh Tuhan tidak mempunyai sirip atau
ikan yang mampu berenang dilautan lepas. Demikian juga manusia tidak mempunyai
kekuatan. Seperti gajah yang mampu membawa barang beratus kilogram, akan tetapi
manusia ditakdirkan mempunyai daya pikir yang kreatif.
Demikian
pula anggota tubuh lainnya yang dapat berlatih sehingga dapat tampil membuat
sesuatu, dengan daya pikir yang kreatif dan anggota tubuh yang dapat dilatih
terampil. Manusia dapat meniru apa yang dimiliki ikan. Sehingga ia juga dapat
berenang di laut lepas. Demikian juga manusia yang dapat membuat benda lain
yang bisa membantunya membawa barang seberat barang yang dibawa gajah. Bahkan
lebih dari itu, disinilah terlihat semakin besar wilayah kebebasan yang
dimiliki manusia.
Adapun tokoh-tokohnya,yaitu :
1)
Ma’bad Al-Juhani
Ia merupakan tokoh yang pertama kali
memunculkan paham Qadariyah dalam islam bersama temannya Ghailan Al-Dimasyqi .
Ma’bad Al-Juhani adalah seorang tabi’in yang pernah belajar kepada Washil bin
Atha’, pendiri Mu’tazilah. Ada juga pendapat lain yang mengatakan bahwa
sebenarnya yang mengembangkan ajaran itu bukan Ma’bad Al-Juhani. Ada
seorang penduduk negeri Irak yang mulanya beragama Kristen, kemudian masuk
Islam. Setelah itu, ia kembali ke Kristen lagi . Dari orang inilah Ma’bad
Al-Juhani dan Ghailan Al-Dimasyqi mengambil pemikirannya.
2)
Ghailan ibn Muslim Al-Dimasyqi
Pada masa muda, ia pernah menjadi pengikut
al-Haris ibn Sa’id yang dikenal sebagai pendusta. Ia pernah taubat terhadap
pengertian pahamnya dihadapan khalifah Umar bin Abdul Aziz,namun setelah
khalifah Umar bin Abdul Aziz wafat, ia kembali lagi terang-terangan dengan
madzhabnya.
Ghailan merupakan penduduk kota Damaskus yang
menyebarkan ajarannya secara terang-terangan pada masa pemerintahan khalifah
Umar bin Abdul Aziz dari Bani Umayyah. Dia mengirim sebuah pernyataan tentang
taqdir kepada khalifah dan sewaktu dihadapkan kepada khalifah, ia dengan nada
menantang meminta khalifah mendatangkan ahli debat. jika ia kalah maka ia siap
dibunuh, kemudian khalifah mengirim Al-Auza’iy. Karena ia tidak dapat menjawab
tiga pertanyaan yang dilontarkan oleh Al-Auza’iy , jadi ia dibunuh oleh Hisyam
bin Abdul Malik.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Solusi terhadap pandangan aliran Jabariyah dan Qadariyah yaitu bahwa manusia
benar-benar memiliki kebebasan berkehendak dan karenanya ia akan dimintai
pertanggungjawaban atas keputusannya, meskipun demikian keputusan tersebut pada
dasarnya merupakan pemenuhan takdir yang telah ditentukan. Dengan kata lain,
kebebasan berkehendak manusia tidak dapat tercapai tanpa campur tangan Allah,
seperti seseorang yang ingin membuat meja, kursi atau jendela tidak akan
tercapai tanpa adanya kayu sementara kayu tersebut yang membuat adalah Allah
SWT. Dalam masalah Iman dan Kufur ajaran Jabariyah yang begitu lemah tetap bisa
diberlakukan seecara temporal, terutama dalam langkah awal menyampaikan dakwah
Islam sehingga dapat merangkul berbagai golongan Islam yang masih memerlukan
pengayoman. Disamping itu pendapat-pendapat Jabariyah sebenarnya didasarkan
karena kuatnya iman terhadap qudrat dan iradat Allah SWT ditambah pula dengan
sifat wahdaniyat-Nya.
Sementara bagi Qadariyah manusia adalah pelaku kebaikan dan juga keburukan,
keimanan, kekufuran, ketaatan, dan juga ketidaktaatan.
Sebagai penutup dalam makalah ini, kedua aliran, baik Jabariyah maupun
Qadariyah nampaknya memperlihatkan paham yang saling bertentangan sekalipun
mereka sma-sama berpegang pada Al-quran. Hal ini menunjukkan betapa terbukanya
kemungkinan perbedaan pendapat dalam Islam.
B. Saran
Dalam
penyusunan karya tulis ini tentu terdapat berbagai kekeliruan dan kekurangan
sebagaimana fitrah kami sebagai manusia, tempat salah dan lupa.
Oleh
karena itu, dengan setulus hati kami mengharapkan apresiasi pembaca sekalian
untuk menyampaikan saran dan kritik demi perbaikan di masa mendatang.
DAFTAR PUSTAKA
A.Nasir, Sahilun. 1991.Pengantar Ilmu Kalam.
Jakarta : Rajawali Hartati. Ilmu Kalam
Anwar,
Rosihun, Ilmu Kalam, Bandung: Pustaka Setia, 2006
Daudy,
Ahmad, Kuliah Ilmu Kalam, Jakarta: Bulan Bintang, 1997
Halim, Arief. Aliran-aliran
Ilmu Kalam dan Kontemporer (Sejarah Pemikiran Perkembangan). UMI
Makassar: 2008
http://farida90.blogspot.com/2009/10/jabariyah-dan-qadariah.html
iansyah,
AB, pemikiran-pemikiran Teologi dalam Sejarah Peikiran Islam,
Banjarmasin: Antasari Press, 2008
Nassution,
Harun, Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, Jakarta:
UI Press, 2008
Razaq,
Abdul dan Rasihan Anwar, Ilmu Kalam, Bandung: Pustaka setia, 2007
Ja’far Syamsuddin, Muhammad.1977Dirasat fil
‘Aqidatil-Islamiyyah.Darul-Kutub-al-Lubnaniy-Darul-Kutub-al-Mishriy.
Kamal, Tamrin.2008. Teologi Islam :
Mengawali Studi Ilmu Kalam Dengan Pemahaman Tauhid. Padang :Hayfa Press